Jumat, 28 Februari 2014

PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE

PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE
(21-MEI-1998 s/d  21-OKTOBER 1999)
Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk dimintai pertimbangannya dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto, namun mengalami kegagalan. Pada tanggal itu pula, Gedung DPR/MPR semakin penuh sesak oleh para mahasiswa dengan tuntutan tetap yaitu reformasi dan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan.
          Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden dihadapan ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah Agung. Pada tanggal itu pula, dan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden, serta pelantikannya dilakukan di depan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke-3.
          Naiknya Habibie menjadi presiden menggantikan Presiden Soeharto menjadi polemik dikalangan ahli hukum. Sebagian ahli menilai hal itu konstitusional, namun ada juga yang berpendapat inkonstitusional. Adanya perbedaan pendapat itu disebabkan karena hukum yang kita miliki kurang lengkap, sehingga menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Diantara mereka menyatakan pengangkatan Habibie menjadi presiden konstitusional, berpegang pada Pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya”. Tetapi yang menyatakan bahwa naiknya Habibie sebagai presiden yang inkonstitusional berpegang pada ketentuan Pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR”. Sementara, Habibie tidak melakukan hal itu dan ia mengucapkan sumpah dan janji di depan Mahkamah Agung dan personil MPR dan DPR yang bukan bersifat kelembagaan.
          Dalam ketentuan lain yang terdapat pada Tap MPR No. VII/MPR/1973, memungkinkan bahwa sumpah dam janji itu diucapkan didepan Mahkamah Agung. Namun, pada saat Habibie menerima jabatan sebagai presiden tidak ada alasan bahwa sumpah dan janji presiden dilakukan di depan MPR atau DPR, Artinya sumpah dan janji presiden dapat dilakukan di depan rapat DPR, meskipun saat itu Gedung MPR/DPR masih diduduki dan dikuasai oleh para mahasiswa. Bahkan Soeharto seharusnya mengembalikan dulu mandatanya kepada MPR, yang mengangkatnya menjadi presiden.
          Apabila dilihat dari segi hukum materiil, maka naiknya Habibie menjadi presiden adalah sah dan konstitusional. Namun secara hukum formal hal itu tidak konstitusional, sebab perbuatan hukum yang sangat penting yaitu pelimpahan wewenang atau kekuasaan dari Soeharto kepada Habibie harus melalui acara resmi yang konstitusional. Apabila perbuatan hukum itu dihasilkan dari acara yang tidak konstitusional, maka perbuatan hukum itu menjadi tidak sah. Pada saat itu memang DPR tidak memungkinkan untuk bersidang, karena Gedung DPR/MPR diduduki oleh puluhan ribu mahasiswa dan para cendekiawan. Dengan demikian, hal ini dapat dinyatakan sebagai suatu alasan yang kuat dan hal itu harus dinyatakan sendiri oleh DPR.
          Habibie yang menjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial dan budaya. Oleh karena itu, langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi dan politik. Dalam menghadapi krisis itu, pemerintah Habibie sangat berhati-hati terutama dalam pengelolaannya, sebab dampak yang ditimbulkannya dapat mengancam integrasi bangsa. Untuk menjalankan pemerintahan, presiden habibie tidak mungkin dapat melaksanaknnya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri  dan kabinetnya. Oleh karena itu, Habibie membentuk kabinet.
          Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, PDI. Pada tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan pertama kabinet habibie. Pertemuan ini berhasil membentuk Komite untuk merancang undang-undang politik yang lebih longgar dalam waktu satu tahun dan menyetujui pembatasan masa jabatan presiden yaitu maksimal 2 periode (satu periode lamanya 5 tahun). Upaya terebut mendapat sambutan positif, tetapi dedakan agar pemerintah Habibie dapat merealisasikan agenda reformasi tetap muncul.
          Dalam pemerintahannya B.J. Habibie berusaha untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam beberapa bidang demi untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahterah dan sesuai dengan UUD 1945. Adapun pembaharuan yang dilakukan oleh B.J. Habibie antara lain,
1.)  Bidang Ekonomi
Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, B.J. Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
·        Merekapitulasi perbankan.
·        Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.
·        Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat hingga dibawah Rp.10.000,-.
·        Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
·        Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
·        Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.
·        Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik. Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat.
·        Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2.)   Bidang Politik
·        Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik yang baru sebanyak 45 parpol.
·        Membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas dan Moch. Pakpahan.
·        Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen.
·        Membentuk tiga undang-undang demokratis yaitu,
(1)  UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
(2)  UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
(3)  UU No. 4 tahun 1999 tentang Susduk DPR/MPR
·        Menetapkan 12 ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu,
(1)  Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum.
(2)  Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. II/MPR/1978 tentang Pancasila Sebagai Asas Tunggal.
(3) Tap No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. V/MPR/1998 tentang Presiden Mendapat Mandat dari MPR untuk Memiliki Hak-Hak dan Kebijakan di Luar Batas Perundang-undangan.
(4)  Tap No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal Hanya Dua Kali Periode.
3.)   Bidang Pers
Dilakukan pencabutan pembredelan pers dan penyederhanaan permohonan SIUUP untuk memberikan kebebasan terhadap pers, sehungga muncul berbagai macam media massa cetak, baik surat kabar maupun  majalah.
4.)   Bidang Hukum
Untuk melakukan refomasi hukum, ada beberapa hal yang dilakukan dalam pemerintahan B.J. Habibie yaitu,
a)     Melakukan rekonstruksi atau pembongkaran watak hukum Orde Baru, baik berupa Undang-Undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri.
b)    Melahirkan 69 Undang-undang.
c)     Penataan ulang struktur kekuasaan Kehakiman.
5.)   Bidang Hankam
Di bidang Hankam diadakan pembaharuan dengan cara melakukan pemisahan Polri dan ABRI.
6.)   Pembentukan Kabinet
Presiden B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang diberi nama Reformasi Pembangunan yang terdiri atas 16 menteri, yang meliputi perwakilan dari ABRI, GOLKAR, PPP, dan PDI.
7.)   Kebebasan Menyampaikan pendapat
Presiden B.J. Habibie memberikan kebebasan dalam menyampaikan pendapat di depan umum, baik dalam rapat maupun unjuk rasa. Dan mengatasi terhadap pelanggaran dalam penyampaian pendapat ditindak dengan UU No. 28 tahun 1998.
8.)   Masalah Dwifungsi ABRI
Ada beberapa perubahan yang muncul pada pemerintahan B.J. Habibie, yaitu :
·        Jumlah anggota ABRI yang duduk di kursi MPR dikurangi, dari 75 orang menjadi 35 orang
·        Polri memisahkan diri dari TNI dan menjadi Kepolisian Negara
·        ABRI diubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Udara, Darat,  dan Laut.
9.)    Pemilihan Umum 1999
Untuk melaksanakan Pemilu yang diamanatkan oleh MPR, B.J. Habibie mengadakan beberapa perubahan yaitu,
a)     Menggunakan asas Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil)
b)    Mencabut 5 paket undang-undang tentang politik yaitu undang-undang tentang Pemilu; Susunan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang MPR/DPR; Partai Politik dan Golkar; Referendum; serta Organisasi Massa
c)     Menetapkan 3 undang-undang politik baru yaitu Undang-undang Partai Politik; Pemilihan Umum; dan Susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD
d)    Badan pelaksana pemilihan umum dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang terdiri atas wakil dari pemerintahan dan partai politik serta pemilihan umum.
Disamping pembaharuan-pembaharuan di atas, pada masa pemerintahan Presiden Habibie juga dijumpai adanya permasalahan-permasalahan baru yang muncul seperti,
1)    Berbagai masalah pelanggaran HAM bermunculan
2)    Masalah Tragedi Trisakti yang tidak terselesaikan dan masalah Semanggi I dan II
3)    Masalah Bank Bali
4)    Pertikaian antarkelompok yang disebabkan oleh SARA yang mengancam stabilitas politik
5)    Status hukum mantan Presiden Soeharto yang belum juga jelas
6)    Lepasnya Timor Timur dari wilayah NKRI.
Masalah-masalah tersebut di atas menyebabkan pemerintahan B.J. Habibie dianggap negative dan pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme votting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain, dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu pada Oktober 1999, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
     Kegagalan Habibie menjadi calon Presiden Republik Indonesia sebagai akibat ditolaknya pidato pertanggung jawabannya, memunculkan 3 calon presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan presiden diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yusril Ihza Mahendra.
     Adapun kelebihan-kelebihan dalam masa pemerintahan B.J. Habibie adalahh berkaitan dengan semangat demokratisasi, Habibie telah melakukan perubahan dengan membangun pemerintahan yang transparan dan diaologis. Prinsip demokrasi juga diterapkan dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan cabinet sehari-haripun, Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus egosintesmi sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah bagsa. Untuk mengatasi persoalan ekonomi, misalnya ia mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan pengusaha itu sendiri yang menanggung biayanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar